SEKILAS INFO
: - Jumat, 03-05-2024
  • 1 bulan yang lalu / Telah di buka SEDEKAH BUKA PUASA UNTUK SANTRI Darul Fithrah, mari kita raih pahala sebanyak banyaknya salah satunya dengan memberi makan dan minum orang yg berpuasa di bulan Ramadhan yg mulia ini.
  • 1 bulan yang lalu / Bulan Ramadhan adalah bulan Al Qur’an , mari kita gunakan waktu di bulan Ramadhan ini untuk memperbanyak membaca dan mentadabburi isi Al Qur’an.
  • 3 bulan yang lalu / Bingung pilih pondok Tahfidz atau pondok IT ? di Darul Fithrah kamu bisa dapat keduanya. Lebih Efektif & Efisien
3 ‘Ain Penghambat Dalam Menuntut Ilmu

3 ‘Ain Penghambat Dalam Menuntut Ilmu

            Menuntut ilmu adalah amalan yang mulia dan dapat menghantarkan pelakunya menuju surga. Maka konsekuensi dari memilih jalan ini tidaklah mudah. Sebagaimana yang telah disabdakan Nabi Muhammad ﷺ bahwasya surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang umumnya dibenci manusia. Tak sampai disitu saja, musuh utama manuaisa, yaitu setan tentu saja tak akan tinggal diam tatkala ada orang yang ingin menapaki jalan menuju surga ini. Setan akan membisiki dan berusaha untuk mengalihkannya pada hal-hal yang melalaikan penuntut ilmu tersebut. Dengan harapan sang penuntut ilmu tersebut gagal dalam belajarnya. Baik karena ia berhenti dari belajar, ataupun ia tatap belajar namun tak menggapai hasil apapun dari belajarnya

            Ibnu Qoyyim Al-Jauzi pernah mengatakan,

الْجَهْل بِالطَّرِيقِ وآفاتها وَالْمَقْصُود يُوجب التَّعَب الْكثير مَعَ الْفَائِدَة القليلة

            “Tidak tahu akan jalan, rintangan-rintangannya dan tujuan hanya akan menimbulkanan banyak kelelahan dan faidah yang sedikit.” (Kitab Al-Fawa’id Li Ibn Al-Qoyyim)

            Maka wajib bagi penuntut ilmu unatuk mengetahui terlebih dahulu bagaimana perjalanan dalam menuntut ilmu, dan apa saja rintangannya dan tujuan apa yang hendak ia raih dari belajarnya. Karna tanpa mengetahui ketiga hal tersebut hanya akan menyebabkan penuntut ilmu itu menghabiskan banyak tenaga namun hanya memperoleh hasil yang sedikit. Dengan mengetahui hal-hal itu jugalah seorang penuntut ilmu akan mempersiapkan dirinya untuk menghadapi hal-hal yang mungkin akan menghadangnya di tengah perjalanan.

            Sebagaimana ketika kita hendak melakukan perjalanan, alangkah baiknya kita tahu betul bagaimana jalan yang akan kita lalui. Jika misalnya kita berpergian dengan mobil dan kita tahu bahwa sepanjang jalan yang akan kita lewati nanti tidak ada POM bensin, maka kita kan memenuhi tangki bensin kita atau bahkan membawa derijen bensin cadangan. Atau jika kita tahu jalan yang akan dilewati nanti adalah jalanan yang terjal dan ekstrim, maka kita bisa mempersiapkan kendaraan yang cocok di medan tersebut. Kurang lebih begitulah gambaran pentingnya mengetahui rintangan sebelum melewatinya.

            Lalu bagaiman kita tahu bentuk-bentuk rintangan yang menghalangi jalan kita? Maka jawabannya adalah dengan ‘bertanya’ kepada mereka yang telah sukses melewati jalan tersebut, yaitu para ulama kita. Dengan kata lain adalah dengan membaca kitab-kitab peninggalan mereka sehingga kita memiliki gambaran bagaimana perjuangan mereka dalam belajar dan kira-kira rintangan yang akan mencegat kita di tengah perjalanan menimba ilmu.

            Setidaknya rintangan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, atau bisa disebut dengan 3 ‘ain karena memang ketiga-tiganya diawali dengan huruf ‘ain. Tiga penghalang yang akan merintangi jalan para penuntut ilmu dalam proses belajarnya itu adalah:

  1. Al-‘Awa’iq Al-Syaghilah

            Berasal dari kata ‘aaqa-ya’uuqu yang maknanya adalah memalingkan atau merintangi. Ia adalah hal-hal yang memalingkan dan menyibukkan penuntut ilmu dari fokus belajar yang bersifat fisik. Seperti perniagaan yang menyibukkan, lingkungan yang tak kondusif atau kawan-kawan yang tak mendukung. Bahkan terkadang, keluarga bisa masuk dalam kategori ini. Maka diantara solusi yang dicontohkan oleh para ulama salaf adalah dengan merantau atau hijrah ke tempat yang kondusif untuk belajar.

            Abu Ahmad Nashr Al-Iyyadhi, seorang ahli fikih dari Samarkand pernah berkata: “Ilmu ini tidak akan diperoleh kecuali oleh orang yang meninggalkan tokonya, menelantarkan kebunnya, meninggalkan saudara-saudaranya dan ketika kerabatnya meninggal ia tidak hadir untuk menyaksikan jenazahnya. Perkataan ini memang terdengar terlalu berlebihan, tapi maksud yang hendak beliau tekankan adalah hendaknya penuntut itu menjauhi hal-hal yang berpotensi memalingkan dan menyibukkanya dari menuntut ilmu.

  • Al-‘Ala’iq Al-Mani’ah

            Ia adalah segala hal yang menghalangi penuntut ilmu yang sifatnya psikis. Jika al-‘awa’iq menyibukkan fisik seseorang, maka al-‘ala’iq ini menyibukkan pikiran seseorang. Al-‘Ala’iq sendiri maknanya adalah hal-hal yang meggantungi atau mengikat. Atau bisa diartikan bahwa al-‘ala’iq disini adalah hal-hal yang membuat pikiran seseorang condong atau terpaut kepadanya. Sehingga pikirannya tak bisa fokus dan tenang untuk belajar karena disibukkan dengan angan-angan ataupun kehawatiran yang bersifat duniawi. Seperti kemewahan dunia,

            Al-‘ala’iq inilah yang menjadi jembatan menuju hazn (kesedihan terus-menerus atas sesuatu di masa lalu) dan hamm (kekhawatiran terhadap masa depan) pada hati manusia. Cara memutus Al-‘Ala’iq ini adalah dengan bersyukur, qona’ah terhadap pemberian Allah dan memperbaiki niat serta mengingat kembali tujuan utamanya dalam menuntut ilmu.

  • Al-‘Awa’id Al-Sayyi’ah

            Ia adalah kebiasaan–kebiasaan buruk yang dapat menghambat seseorang dari meraih ilmu. Contohnya adalah kebiasaan menunda-nunda, setengah-setengah dalam melaksanakan tugas, berleha-leha, terlalu banyak bercanda dan kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya. Semua kebiasaan buruk yang menyebabkan seseorang tidak produktif bagaikan benih-benih kegagalan. Semakin banyak dan semakin lama ia ditanam, maka semakin besar pula kegagalan yang akan ia derita.

            Maka sudah menjadi keharusan bagi seorang penuntut ilmu untuk berusaha melawan hawa nafsunya yang selalu mengajak pada kebiasaan buruk tersebut. Lalu kemudian ia ganti sedikit demi sedikit kebiasaan itu menjadi kebiasaan atau habits yang lebih bermanfaat. Begitu pula dua penghalang sebelumnya juga harus diputus dan disingkirkan agar seorang thalib bisa fokus menuntut ilmu. Karena ilmu tak akan memberikan kita sebagiannya sampai kita memberikan seluruh yang kita miliki untuknya, termasuk diantaranya seluruh pikiran dan raga kita.

Wallahu a’lam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Arsip