SEKILAS INFO
: - Rabu, 08-05-2024
  • 1 bulan yang lalu / Telah di buka SEDEKAH BUKA PUASA UNTUK SANTRI Darul Fithrah, mari kita raih pahala sebanyak banyaknya salah satunya dengan memberi makan dan minum orang yg berpuasa di bulan Ramadhan yg mulia ini.
  • 1 bulan yang lalu / Bulan Ramadhan adalah bulan Al Qur’an , mari kita gunakan waktu di bulan Ramadhan ini untuk memperbanyak membaca dan mentadabburi isi Al Qur’an.
  • 3 bulan yang lalu / Bingung pilih pondok Tahfidz atau pondok IT ? di Darul Fithrah kamu bisa dapat keduanya. Lebih Efektif & Efisien
Yang harus di niatkan dalam Thalabul Ilmi

Kegagalan bisa menimpa siapa saja, termasuk seorang penuntut ilmu. Salah satu tanda gagalnya seorang penuntut ilmu adalah ketika ia tidak mengamalkan apa yang ia pelajari. Sehingga ilmu tersebut tidak mendatangkan manfaat baginya. Termasuk tanda kegagalan juga adalah ketika seorang penuntut ilmu tidak menyebarkan atau menyampaikan ilmunya kepada orang lain, alhasil ilmu yang ia pelajari hanya berhenti pada dirinya.

Ternyata fenomena seperti ini bukanlah hal yang baru dalam dunia thalabul ilmi. 800 tahun yang lalu salah seorang ulama dari daerah Waraa’ an-Nahr, Imam Burhanuddin Az- Zarnuji telah menyadari akan hal tersebut. Dan itulah yang membuat beliau menulis sebuah kitab berjudul Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum yang menjelaskan tentang adab-adab dan metode-metode dalam thalabul ilmi. Dengan harapan agar para penuntut ilmu bisa mendapatkan manfaat dan buah dari ilmunya, yaitu mengamalkannya dan menyebarkannya.

Dalam muqoddimah kitab tersebut, Imam Az-Zarnuji menjelaskan bahwa diantara penyebab gagalnya penuntut ilmu adalah karena mereka meninggalkan syarat-syarat dalam menuntut ilmu. Dan salah satu syarat tersebut adalah niat. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

إنما الأعمال بالنيات

“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung pada niatnya” (Muttafaqun ‘alaih)

Setiap amalan akan dinilai sesuai niatnya. Karena niat itulah sebuah amalan bisa bernilai pahala atau bahkan berbalas dosa. Begitu juga setiap amalan yang tampaknya adalah amalan duniawi, seperti makan, tidur, berdagang dan lain sebagainya, jika diniatkan untuk akhirat maka Allah jadikan amalan itu bernilai akhirat. Pun sebaliknya, amalan yang kelihatannya amalan akhirat, seperti shalat, sedekah, haji dan jihad, jika diniatkan hanya untuk dunia seperti pujian manusia, maka ia tak akan mendapatkan selain apa yang diniatkan tersebut. Karena begitu pentingnya niat, beliau membuat pasal tersendiri yang membahas tentang niat dalam thalabul ilmi. Beliau menyebukan setidaknya ada 4 hal yang harus diniatkan dalam menimba ilmu. Diantaranya:

1. Meniatkan untuk meraih ridho Allah dan Jannah-Nya.

Segala amalan yang tidak ditujukan untuk menggapai ridho Allah akan sia-sia. Sebesar dan semulia apapun amalan itu di mata manusia. Thalabul ilmi adalah amalan yang sangat mulia. Tapi jika itu diniatkan bukan untuk  Allah, bahkan hanya untuk mencari pujian manusia, maka hilanglah pahala dari amalan yang mulia tersebut. Itulah yang disebut dengan riya’. Hal ini telah Rasulullah ﷺ peringatkan dalam hadits yang menceritakan tentang tiga orang yang pertama kali akan dilemparkan ke neraka. Tiga orang tersebut adalah orang-orang yang beramal dengan amalan yang agung lagi mulia ketika di dunia. Di antaranya adalah seorang penuntut ilmu. Tapi amalan tersebut malah menjadi sebab dilemparkannya mereka ke neraka lantaran niat mereka yang salah.

2. Meniatkan untuk menghilangkan kebodohan dari diri sendiri dan orang lain.

Setelah meluruskan niat untuk menggapai ridho Allah semata, hendaknya seorang penuntut ilmu  meniatkan belajarnya tersebut sebagai sarana untuk mengangkat kebodohan dari dirinya. Sehingga ia bisa lebih mengenal Rabbnya dan mengetahui hak-hakNya, mengetahui apa saja yang wajib baginya dan bagaimana cara pelaksanaannya, juga mengetahui apa saja yang boleh dan dilarang baginya, sehingga ia menjadi pribadi yang bertaqwa. Karena taqwa tidak akan digapai kecuali dengan ilmu tentang taqwa tersebut. Begitu juga halal dan haram tidak akan bisa dikenali kecuali dengan ilmu tentang keduanya. Begitupun dalam perkara-perkara lainnya menuntut adanya ilmu tentang itu agar bisa

Kemudian hendaknya seorang penuntut ilmu meniatkan belajarnya untuk mengangkat kebodohan dari orang-orang disekitarnya. Yaitu dengan cara mengajarkan ilmu yang telah ia pelajari kepada orang lain. Karena mengajarkan ilmu pada mereka adalah bukti cinta dan kepedulian  terhadap sesama, yang dengan pengajaran tersebut mereka terbebaskan dari belenggu kebodohan. Mengajarkan ilmu pada manusia juga termasuk upaya untuk melakukan perbaikan di muka bumi. Rasulullah ﷺ memberi kabar gembira bagi orang yang mengajarkan ilmu kepada manusia.

            “Sungguh Allah, para Malaikat-Nya, serta semua penghuni langit dan bumi termasuk semut dalam lubangnya dan ikan-ikan, sungguh semuanya mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang mengajari manusia.” (HR Tirmidzi).

3. Meniatkan untuk menghidupkan agama Islam dan menjaga eksistensinya.

Karena sesungguhnya Islam itu tetap eksis dan dikenal karena ilmu. Islam tidak bisa dipisahkan dengan ilmu. Islam adalah agama yang paling menjunjung tinggi ilmu dan mewajibkan para pemeluknya untuk menuntut ilmu. Dan dengan ilmu itulah Islam tetap hidup dan bisa tersebar ke penjuru dunia. Maka hendaknya seorang penuntut ilmu meniatkan belajarnya itu untuk menghidupkan Islam supaya agama ini tetap tegak dan langgeng. Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:

من طلب العلم ليحيى به الاسلام فهو من الصديقين ودرجته بعد درجة النبوة

مفتاح دار السعادة (1/ 121)

Barang siapa yang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka ia termasuk dari kalangan shiddiiqiin, dan derajatnya di bawah derajat kenabian.” [Miftah Dar Sa’adah (121/1)

4. Meniatkan belajar sebagai rasa syukur atas nikmat akal dan kesehatan badan.

 Menggunakan nikmat untuk berbuat ketaatan kepada Allah adalah salah satu bentuk syukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepada seorang hamba. Maka hendaknya seorang penuntut ilmu mengungkapkan rasa syukur atas nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepadanya dengan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu. Mensyukuri nikmat akal dengan menggunakannya untuk berfikir dan mentadabburi ayat-ayat-Nya. Mensyukuri nikmat mata dengan memanfaatkannya untuk banyak membaca Al-Qur’an dan kitab-kitab para ulama. Mensyukuri nikmat sehatnya badan dengan menghadiri majlis-majlis ilmu. Dan demikianlah penuntut ilmu hendaknya menjadikan segala aktifitasnya selalu dalam koridor ketaatan sebagai bentuk syukur kepada Allah

Kemudian Imam Az-Zarnuji memperingatkan lagi supaya seorang penuntut ilmu tidak mengharapkan pandangan manusia dari belajarnya. Juga tidak menjadikan belajarnya tersebut sebagai sarana untuk mencari kenikmatan dunia dan kehormatan di mata pemerintah. Beliau juga mewanti-wanti penuntut ilmu supaya tidak tamak terhadap hal-hal yang tidak pantas untuk ditamaki, yaitu dunia dan remah-remahnya yang fana. Wallahu a’lam bishshawab.

by. Ust Mujahid Ammar

TINGGALKAN KOMENTAR

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Arsip