SATUKAN UMAT DENGAN DAKWAH

 

Persatuan umat memang menjadi salah satu impian terbesar kaum muslimin. Dengan bersatunya umat islam dalam satu suara, menjadikan syiar-syiar Islam dapat menampakkan kemilaunya dihadapan pemeluknya. banyak jalan untuk mewujudkan impian tersebut. Salah satu diantaranya adalah dengan berdakwah menyampaikan kebenaran yang mayoritas  belum banyak diketahui oleh para awam.

Islam memerintahkan pemeluknya untuk berdakwah, menyampaikan apa yang dimilikinya dari ilmu agama kepada orang lain. Bahkan Rasulullah SAW  mengingatkan dalam haditsnya akan urgensi berdakwah ini. Beliau besabda:

بلغوا عني ولو أية

“Sampaikanlah dariku meskipun satu ayat”

Meskipun begitu, Allah tidak serta merta mewajibkan akan perintah ini kepada setiap muslim. Islam mengaturnya dalam tataran penyampaian dakwah sesuai yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an maupun Hadits nabi SAW.

Pada hakekatnya dakwah adalah mengajarkan kebaikan yang didasari dengan tauhid kepada Allah semata. Karena dakwah  adalah sebaik-baik perkataan. Sebagaimana Allah mengatakan dalam firmannya  :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang memanggil kepada Allah dan dia berbuat amalan yang shalih?” (QS. as-Sajadah: 33).

PILAR TERSEBARNYA ISLAM

Sejarah berbicara bahwa salah satu pilar menyebarnya Islam keseluruh penjuru muka bumi adalah dengah berdakwah. Bagaimana Rasulullah mampu memberikan pelajaran terbaik bagi umatnya tentang cara berdakwah dan menularkan kebaikan kepada orang lain. Dengan jalan dakwah, orang yang paling keras sekalipun seperti Umar bin Khattab bisa ditaklukkan atas izin Allah.

Dalam bermasyarakat, seseorang harus memahami keadaan masyarakat sekitar terlebih dahulu agar tidak salah dalam menempuh jalan dakwahnya. Islam mengajarkan bahwa mengajak orang kepada kebaikan tidak bisa serta merta menyuruh mereka untuk melakukan hal tersebut. Namun, adakalanya perlu untuk diberikan contoh dan keteladanan agar dakwah tersebut sampai kepada mereka.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib dalam sebuah kesempatan, “Berbicaralah (dakwahkanlah) kepada manusia sesuai dengan kemampuan akalnya”. Dari perkataan tersebut, dapat disumpulkan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki kemampuan intelektualitas yang berbeda. Didasari hal itu, maka perlu adanya pemetaan strategi yang berbeda pula apabila seseorang ingin mendakwahkan Islam.

Seorang yang belum memiliki paham yang baik, hendaknya kita awali dakwah dengan mengajak mereka pada amalan ringan dan hal-hal yang posistif disekitar mereka. Memberitakan kepada mereka akan keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah serta mencohtohkan setiap yang disampaikan adalah langkah yang bisa ditempuh dalam mendakwahkan Islam kepada mereka. Hal-hal yang berifat sensitif yang sekiranya belum bisa diterima hendaknya dihindari terlebih dahulu untuk mendapatkan hati mereka dan bisa menerima dakwah Islam itu sendiri.

Beda halnya jika kita mendakwahkan Islam kepada mereka yang memiliki kemampuan berfikir yang luas, seperti para akademisi. Dalil-dali serta penjelasan yang konkrit sudah dibutuhkan dalam setiap ajakan dakwah. Karena, upaya untuk memahamkan mereka kepada penjelasan yang luas sangat berpotensi untuk merubah pola pikir mereka, serta dapat menjadikan ilmu tersebut tersampaikan kembali kepada orang lain.

Allah juga menjelaskan mengenai strategi dakwah yang baik dalam firman-Nya:

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلحِكْمَةِ وَٱلمَوْعِظَةِ ٱلحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحْسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱ لمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. QS. An-Nahl: 125

SATUKAN KESEPAKATAN TOLERANSIKAN PERBEDAAN

Persatuan memang tujuan diciptakannya manusia dengan bermacam-macam ras dan suku. Dengan berbagai perbedaan tersebut, Islam menuntut untuk bagaimana antara muslim satu dan lainnya bisa mengkompromikan perbedaan selama sifatnya adalah furu’ (cabang-cabang) agama. Maka, untuk mempersatukan umat ini  adalah dengan menyatukan suara dalam hukum normatif yang memang tidak ada toleransi didalamnya, serta mengesampingkan ikhtilaf diantara kaum muslimin. Wallahu a’lam.[IbnuRistan]