Manusia diciptakan di muka bumi ini dengan tujuan yang agung. Selain untuk beribadah kepada Allah juga sebagai khaliifatan fiil ardhi, pemimpin di muka bumi. Dengan potensi yang telah diberikan, manusia dianggap mampu oleh Allah sebagai pengemban amanah. Dimana langit, bumi serta gunung-gunung pun tak sanggup memikulnya. Sebagaimana termaktub dalam surat al Ahzab ayat 72.
Dalam perjalanan mengabdi kepada Allah, manusia memiliki beragam aturan yang harus ditaati juga problematika kehidupan yang datang silih berganti. Ada yang bersifat perintah untuk dikerjakan, ada yang bersifat larangan untuk ditinggalkan. Maka oleh sebab itu Allah mengutus seorang rasul sebagai penunjuk jalan sekaligus pemberi kabar. Menyampaikan risalah kenabian untuk membimbing manusia menggapai tujuan tersebut.
Rasul diutus ditengah manusia
Semua rasul yang diutus Allah Subhanahu Wa Ta’ala semuanya adalah lelaki dari kalangan manusia, dilahirkan sebagaimana manusia dilahirkan, dimatikan sebagaimana manusia dimatikan, memiliki perasaan sebagaimana manusia berperasaan dan melakukan aktivitas sebagaimana manusia beraktivitas pada umumnya.
Sehingga Rasul merupakan bentuk contoh yang paling ideal untuk diteladani. Sebab rasul manusia dan diutus ditengah manusia. Allah menjadikan Rasul Muhammad dari kalangan manusia biasa. Mengapa kalau bukan untuk memudahkan kita mengikutinya tanpa sebarang alasan. Kalau Allah memilih Rasul dari kalangan malaikat, manusia akan mempunyai banyak alasan, ‘Dia malaikat, dia tidak mengantuk, tidak lapar, tidak kahwin, tidak ada nafsu. Kita lain.
Namun bukan berarti para rasul itu sama persis dengan manusia lainnya dalam semua segi namun mereka telah dikhususkan oleh Allah swt daripada semua manusia dengan diberikannya wahyu, diberikan kelebihan dari segi akhlak yang jauh lebih mulia dari manusia selainnya, dari segi ketaatannya kepada Allah dan lainnya.
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ
“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Sesungguhnya aku ini hanya manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku.” (QS. Al Kahfi : 110)
Karena Para rasul itu suci, mengapa tidak diutus dari para malaikat, tetapi diutus dari manusia yang lemah? dan juga jika rasul berasal dari malaikat, tidakkah akan lebih banyak manusia yang beriman?
“Katakanlah (Muhammad), “Sekiranya di bumi ada para malaikat yang berjalan dengan tenang, niscaya kami turunkan kepada mereka malaikat dari langit untuk menjadi rasul” (QS. Al-Isra : 95)
Hikmah diutusnya rasul dari kalangan manusia
Nabi-nabi diutus untuk menjadi contoh bagi manusia dari segala aspek, tentu mereka harus berasal dari manusia. dengan kata lain, nabi atau rasul harus berasal dari mereka yang juga merasakan dingin dan lapar, mengalami kesusahan, menjadi ayah, menopang kebutuhan finansial keluarga dan bahkan mati, sehingga manusia bisa menjadikan mereka teladan dalam segala aspek dan tahap kehidupan mereka.
Jika nabi tidak diutus dari golongan manusia, lalu mereka akan berhak untuk mengatakan: ”mereka tidak bisa bersimpati kepada kami sebab kami diciptakan dari tanah sedangkan mereka diciptakan dari cahaya”, sehingga mereka menjalankan perintah Allah dengan lebih baik dari kami dan mereka tidak merasa lapar dan susah dalam mematuhinya. Itulah mengapa nabi yang seperti malaikat tidak bisa menjadi contoh bagi manusia dan manusia tidak akan pernah dapat menerima malaikat sebagai pembimbingnya.
Adapun hikmah diutusnya para rasul dari kalangan manusia adalah agar umat manusia mampu dan sanggup memahami risalah yang dibawanya, berinteraksi langsung dengannya,mereka bisa menanyakan perkara-perkara yang mereka hadapi atau meminta nasehat langsung kepadanya, serta mampu menjadikannya sebagai tauladan yang merepresentasikan risalah yang dibawanya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Karena seandainya para rasul itu dari kalangan malaikat dan jin maka tidaklah mungkin bagi umat manusia untuk mengikuti dan menjadikannya sebagai tauladan dikarenakan perbedaan sifat fisik diantara mereka.
Artinya : “Dan kalau Kami jadikan Rasul itu malaikat, tentulah Kami jadikan Dia seorang laki-laki dan (kalau Kami jadikan ia seorang laki-laki, tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka apa yang mereka ragu-ragukan atas diri mereka sendiri.” (QS. Al An’am : 9)
Wallahu A’lam