BERJALAN DIDEPAN ORANG SHALAT
Dari Abi Nadlar –bekas hamba sahaya Umar bin Ubaidillah- dari Basr bin Sa’id dari Juhaim, Abdullah bin al-Harits bin Shimahm al-Anshari, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah: “Seandainya orang yang berjalan di depan orang yang sholat itu mengetahui akan yang akan menimpa dirinya, niscaya ia akan berhenti selama 40 itu lebih baik beginya daripada ia berjalan di depan orang yang sedang sholat”. Abu Nadlar berkata : “Aku tidak tahu ketika itu Nabi berkata : Empat puluh hari, empat puluh bulan atau empat puluh tahun. (HR. Jama’ah)
Lewat di depan orang yang sholat di tengah-tengah thawaf
Para Fuqoha telah bersepakat bahwa sesungguhnya diperbolehkan lewat di depan orang yang sholat bagi orang yang thawaf di Baitullah, di dalam ka’bah atau di belakang maqam Ibrahim, walaupun terdapat sutrah. Ulama Hanabilah menyatakan bahwa tidak diharamkan lewat di depan orang yang sholat di Makkah atau masjid Haramnya.[1]
Syekh al-‘Utsaimin berkata: “Jika orang yang sedang shalat itu sebagai imam atau shalat sendirian maka tidak diperbolehkan lewat di depannya baik di masjidil Haram maupun di tempat lain berdasarkan keumuman dalil. Tidak ada dalil khusus yang menyebutkan bahwa lewat di depan orang yang shalat di Makkah ataupun di Masjidil Haram tidak mengapa atau tidak berdosa.”[2]
MENCEGAH ORANG YANG LEWAT
Artinya: “Jika salah seorang dari kalian shalat hendaklah menghadap kepada sutrah dan hendaklah dia mendekat ke sutrah. Janganlah engkau membiarkan seorang pun lewat di antara engkau dengan sutrah. apabila ia enggan maka perangilah karena sesungguhnya dia itu adalah syetan.” (HR. Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Abi Sa’id)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Jumhur berpendapat bahwa apabila ada seseorang lewat, kemudian orang yang sedang sholat itu tidak menolaknya, dia tidak harus untuk menarik kembali orang yang lewat itu, karena yang demikian itu berarti menyuruh mengulang berjalan di hadapan orang yang sedang sholat.”
Syarih berkata: “Abu Nu’aim meriwayatkan dari Umar, ia berkata: “Kalau sekiranya orang yang sedang sholat itu mengetahui kekurangan sholatnya lantaran dilalui oleh orang yang di depannya itu, niscaya ia tidak akan sholat kecuali dengan menghadap ke sesuatu yang dapat menutup (lintasan)orang.”[3]
Demikianlah pembahasan yang dapat disampaikan tentang permasalahan Sutrah (Pembatas) Dalam Shalat. Untuk lebih menegaskan permasalahan yang ada, berikut kami sampaikan beberapa kesimpulan dari pembahasan di atas.
Akhirnya, semoga pembahasan sederhana bermanfa’at bagi kita semua. amin. Wallahu a’lamu bish shawab.
والله أعـــــــلم بالصـــــــــواب
REFERENSI
[1] Fiqhul Islami, DR. Wahbah Zuhaili, 2/948
[2] Majmu’ Fatawa (edisi Indonesia, Syaikh ‘Utsaimin, hlm.381
[3] Nailul Authar (edisi Indonesia), 2/666
[4] Khatimah disadur secara ringkas dan bebas dari Ahkaam as-Sutrah, karya Syaikh Muhammad bin Rijq bin Tharhuuniy oleh Ibnu ‘Arbai’in Husnul Yaqin dan Al Qoulul Mubin fii Akhtail Mushallin, Abu Ubaidillah Masyhur bin Hasan, hlm 78-79
Tinggalkan Komentar